KONTROVERSIAL WAKTU KEMATIAN PAHLAWAN KAPTEN A RIVAI

Posted: 14 Desember 2012 in ICMI News

2408mg19

BATU nisan Kapten A Rivai di Taman Makam Pahlawan Satria Siguntang, Kota Palembang, menuliskan tanggal lahir dan meninggal almarhum. Begitu pula batu-batu nisan lainnya di mana-mana. Khusus Kapten A Rivai tertulis pada batu nisan waktu meninggalnya pada 30 Maret 1946.

Menurut budayawan, penulis dan mantan wartawan, Yudhy Syarofie, waktu meninggalkan Kapten A Rivai pada batu nisannya itu perlu diperbaiki (Sripo, 24 Agustus 2012). Pasalnya, berdasarkan penuturan sejumlah saksi bahwa meninggalnya Kapten A Rivai bukan pada 30 Maret 1946 tapi 2 Januari 1947 bertepatan dengan kejadian Perang Lima Hari Lima Malam dari 1 – 5 Januari 1947. Dia meninggal dalam pertempuran yang berlokasi di Sungai Jeruju, 8 Ilir.

Sebelumnya, lanjut Yudhy, Kapten A Rivai masih dalam perawatan di bawah pengawasan Dr. Ibnu Sutowo di suatu tempat. Dia mengalami luka-luka di bagian bahu dalam pertempuran selama 13 jam di kawasan Benteng pada 29 Maret 1946.

“Pastinya A Rivai bukan  mati tertembak di dekat RS Charitas yang ketika itu milik Belanda. Data pertempuran Lima Hari Lima Malam ini saya kumpulkan sejak tahun 1997 sampai sekarang dengan narasumber langsung dari pelaku-eplaku sejarah yang terlibat,” ujar Yudhy seraya menyebutkan salah satu narasumbernya adalah Asnawi Mangkualam, mantan gubernur Sumsel.

Dalam buku “Suntingan Perjuangan Rakyat Semendawai OKU Mei 1986”, meninggalnya A Rivai tertulis bukan pada 2 Januari 1947 tapi 3 Januari 1947. Sebelumnya A Rivai kena tembak dekat Charitas lalu dirawat di Benteng. Juga dijelaskan jika A Rivai adalah putra Pangeran Harun, asal Desa Cempaka OKU Timur.

Meninggalnya A Rivai pada 3 Januari 1947 juga ditulis Kolonel Purn. Jacoub Chaidir, SH., dalam buku “Sekitar Palagan Palembang dalam Pertempuran 5 Hari 5 Malam Tahun 1947”. Berarti kematiannya pada hari ketiga Perang Lima Hari Lima Malam.

Dalam buku itu tertulis, “Dalam pada itu Letnan  A. Rivai yang belum begitu sembuh dari lukanya dengan melepaskan jarum transfusi yang masih melekat dari tangannya, ia lari meninggalkan klinik Dempo menuju Sungai Jeruju untuk bergabung dengan anak buahnya.

Pertempuran terjadi dengan seru menghadapi serangan dari kapal-kapal di tengah Sungai Musi dan juga menghadapi sreangan dari udara. Satu peluru mortir jatuh dan meledak tak jauh dari tempatnya bertahan salah satu serpihan pecahan mengenai tubuhnya. Mungkin karena mreasa panas atau perih, ia meloncat masuk Sungai Jeruju dan tidak timbul lagi. Mayatnya tersangkut di bawah pipa, ia gugur sebagai Pahlawan Bangsa.”

Sebelumnya buku itu menuliskan kejadian A Rivai kena tembak Belanda pada bagian perutnya. Ditulis, “Esok harinya tanggal 29 Desember 1946, tentara Belanda mulai menjadi ganas dan brutal. Kapten A Rivai  yang sedang tugas memeriksa kedudukan pasukannya dengan kendaraan bermotor ketika lewat antara Cinde dan Charitas dihujani tembakan dan salah satu pelurunya mengenai bagian perut tapi ia selamat dapat melompat dari motornya dan berlindung di parit-parit…”

Makalah Supardi Lubis dalam seminar “Pemahaman dan Penghayatan Perang Lima Hari Lima Malam dalam Rangka Hari Pahlawan 10 Nopember 2012” menulis kematian A Rivai pada hari ketiga Perang Lima Hari Lima Malam.

Makalah itu menuliskan, “Tanggal 3 Januari 1947 pada hari ketiga, pertempuran semakin dahsyat dan korba banyak berjatuhan. Belanda menambah pasukannya (darat, laut dan udara) untuk mengimbangi sereangan pasukan kita. Di Sungai Jeruju kapal perang Belanda beraksi, Lettu A Rivai tewas terkena serpihan peluruh meriam kapal perang Belanda…”

Buku lainnya berjudul “Perang Lima Hari Lima Malam di Palembang” menjelaskan waktu meninggalnya A Rivai pada hari ketiga atau 3 Januari 1947. Buku terbitan Dinas Kebudayaan dan Parawisata Kota Palembang itu menuliskan, “Serangan di Sungai Jeruju ini menewaskan Lettu A Rivai yang sedang memimpin pasukannya menembaki kapal motor di Sungai Musi…”

Penuturan DR. H. Mochtar Effendy, SE., dalam buku “Perjuangan Mencari Ridha Tuhan” ada menuliskan aksi heroik dari Lettu A Rivai. Kejadian bukan pada Perang Liam Hari Lima Malam tapi bulan Desember 1946.

Dalam buku itu dituliskan, “Di dalam komplek pendidikan itu ada satu kompi TRI dipimpin oleh Lettu A Rivai, mungkin pihak sekutu dan Belanda mengetahui di Vibum ada pemusatan tentara dan Kompleks Pendidikan Perwira, karena suatu pagi bulan Desember itu ada sebuah kapal Korvet Sekutu (Inggris) bergerak ke arah Vibum, Komandan Kompi A Rivai telah menempatkan 12.7 (eks senapan mesin Jepang) di dalam stelling diarahkan ke sungai dalam siap tempur.

Begitu kapal sekutu masuk di dalam jaring penembakan, 12.7 itu memuntahkan peluru ke kapal korvet  Inggris itu. Waktu itu kami semua sudah di dalam jinchi (lubang perlindungan). Korvet itu kemudian mundur, tetapi sejam kemudian asrama kami dihujani peluru dari udara dan korvet selama tiga jam. Pasukan kita, pasukan kadet hanya membalas seperlunya menurut adanya peluru dan menurut adanya sasaran yang tepat saja. Lettu A Rivai dengan gigih terus melakukan tembakan perlawanan tidak keluar dari jinchi-nya, sampai kapal korvet Inggris itu mundur. Asrama kami hancur total dan kami terpaksa pindah ke barak bekas romusha.”

Ada tiga catatan waktu meninggalnya A Rivai. Pertama, 30 Maret 1946 berdasarkan tulisan pada nisan kuburannya di Taman Makan Pahlawan Satria Siguntang. Jika catatan ini benar maka A Rivai tidak terlibat dalam Perang Lima Hari Lima Malam.

Kedua, 2 Januari 1947 berdasarkan kesimpulan Yudhy dalam Sripo. Jika catatan ini benar maka A Rivai terlibat dalam Perang Lima Hari Lima Malam. Dia meninggal dalam pertempuran itu di lokasi Sungai Jeruju sekaligus menolak pendapat yang mengatakan dia meninggal kena tembak di depan Charitas.

Ketiga, 3 Januari 1947 berdasarkan sejumlah buku dan makalah. Jika catatan ini benar maka A Rivai terlibat dalam Perang Lima Hari Lima Malam. Dia meninggal dalam perang meski kondisinya masih sakit dan berada dalam perawatan dokter karena terkena tembakan di depan Charitas.  Meski masih sakit ternyata A Rivai kembali ke posnya untuk berperang melawan tentara Belanda hingga meninggal dalam perang.

Begitu bukti sejarah kepahlawanan bilamana ditulis atau direkonstruksikan selalu berujung kontoversial. Salah satunya kontroversial mengenai waktu meninggalnya Kapten atau Lettu A Rivai.

Waktu meninggalnya Lettu A Rivai memang perlu diluruskan agar ada kesesuaian antara yang tertulis pada batu nisan almarhum di Taman Makam Pahlawan dengan yang tertulis dalam sejarah. Yang mana mau dipakai secara konsisten.

Ketidakkonsistenan soal waktu meninggalnya A Rivai bisa menimbulkan kesan meragukan atas kepahlawanannya melawan penjajah belanda. Padahal sudah jelas kepahlawanan A Rivai tidak diragukan lagi. Bagaimanapun juga dia tercatat berada pada Front Charitas di bawah Batalyon 31/ XVII menempati posisi depan Charitas, Jalan Pagaralam dan sekitarnya. Sasaran pasukan ini adalah tempat-tempat konfrontasi Belanda seperti: RS Charitas, gedung Basumij, 11 Ilir, Boom Yetti, Sekanak, Benteng Kuto Besak, BPM Hendelszaken, 26 Ilir dan Talang Semut.(tim)

Tinggalkan komentar